RUANG RASIO-MENGKONSTRUKSI “AUSTRONESIA” DALAM KONTRUKSI BANGSA INDONESIA

Jakarta, 08 Oktober 2020, UKM FISIPOL Thinkers Club telah melaksanakan kegiatan diskusi rutin UKM, yakni Ruang Rasio dengan topik  ‘Mengkonstruksi  “Austronesia” Dalam kontruksi bangsa Indonesia’ pukul 14.00 sd 16.00 WIB. Diskusi ini dimoderatori oleh Shyintia Lo, salah satu anggota aktif UKM Fisipol Thinkers Club (FTC) UKI. Diskusi ini dihadiri oleh Darynaufal Mulyaman, S.S.,M.Si selaku pembimbing UKM FTC dan dosen HI (Hubungan Internasional) UKI. Ruang Rasio edisi ini menghadirkan narasumber luar UKI, Bpk. Aldrin Rocky Sampeliling, pengamat masalah perkotaan, maritim, dan budaya beserta karya-karya tulis yang telah dipublikasikan di berbagai platform, termasuk The Jakarta Post, Global Indonesian Voices, dan INADIS Anthology.

Pertemuan Ruang Rasio keenam ini dimulai dengan fokus dalam menganalisis terkait fenomena Austronesia dalam konstruksi dengan bangsa Indonesia. Pada dasarnya Austronesia juga dikenal sebagai orang-orang yang tinggal di bumi bagian selatan. Salah satu nenek moyang yang telah mendominasi Indonesia diketahui adalah suku Austronesia. Indonesia yang menjadi salah satu tujuan perantauan suku Austronesia setelah mengarungi negara Taiwan, sepanjang pantai Asia Tenggara di pantai Champalaluke Indonesia dan Madagaskar. Suku Austronesia menjadi leluhur yang membawa cikal bakal kebuadayaan dan bahasa Indonesia. Suku Austronesia memiliki teknologi irigasi maju seperti sengke dan terasiring, dengan begitu suku Austronesia telah membantu memajukan pertanian Nusantara kala itu. Di Indonesia sendiri, Aksara diperkenalkan oleh orang-orang dari Asia Selatan sekitaran abad ke 4 Masehi. Oleh karena itu juga, diskursus mengenai kebudayaan di Indonesia terkenal karena didatangi oleh pengaruh Hindu-Buddha yang masuk ke Indonesia. Sejak saat itu, dimulailah penulisan-penulisan sejarah yang didapatkan oleh pengaruh budaya yang lain.

Dalam historisitas Indonesia, awal kolonialisasi Austronesia di Kepulauan Indonesia adalah sekitar 3.600 BP, yang diperoleh dari pertanggalan Situs Sipakko di Sulawesi Barat. Hasil penelitian ini juga mengindikasikan bahwa Sulawesi merupakan lokasi koloni tertua, sehingga secara gradual lebih mengarah kebarat menuju Sumatera dan Jawa, ke selatan menuju Kepulauan Sunda Kecil dan ke Timur menuju Maluku dan Pasifik. Bahasa Austronesia merupakan rumpun bahasa yang penyebarannya amat luas. Secara harafiah, Austronesia berarti “Kepulauan Selatan” berasal dari bahasa Latin: Australis yang berarti selatan dan bahasaYunani: nenos (jamak: nesia) yang berarti pulau. Hendrik Kern, seorang ahli linguistik menggunakan metode pemilihan kosa kata untuk mengetahui asal usul bahasa Austronesia yang maknanya bersangkutan dengan unsur-unsur flora, fauna dan lingkungan. Dengan segala bentuk penyebaran yang tidak terduga, Austronesia masih belum bisa menghasilkan peradaban akibat pola penyebarannya yang divergen. Disaat yang bersamaan peradaban ini menghasilkan system tulisan yang penyebarannya berpola konvergen. Selain itu, mereka tersebar kedalam kelompok-kelompok kecil atau sering juga disebut dengan head hunting. Untuk menumbuhkan kapasitas identitas Austronesia di wilayah yang cross-regional dipercaya harusnya ada regional grouping yang baru dan lebih kuat secara politik. Beberapa hasil dari penelitian juga menjelaskan bahwa tanah asal nenek moyang rumpun bahasa Austronesia tertelah di suatu pantai tropis. Perkembangan teori asal usul Austronesia yang telah diajukan oleh para ahli memiliki sudut pandang yang berbeda-beda. Intinya ada tiga kubu model rekonstruksi asal usul masyarakat penutur bahasa Austronesia, yaitu; Pertama, Austronesia berasal dari pulau Taiwan. Kedua, Austronesia berasal dari kawasan Asia Tenggara Kepulauan dan Ketiga Austronesia berasal dari kawasan Melanesia.

Aldrin Rocky Sampeliling selaku narasumber juga berpendapat bahwa menganalisis Austronesia di Nusantara sangat berpengaruh untuk mengkonstruksi sejarah Austronesia sebagai satu elemen dalam konstruksi bangsa Indonesia, terutama melalui pendalaman studi antropologi, arkeologi, bahasa, dan genetika. Selain itu dapat menjadi sumber energi sosial-budaya yang dapat memacu semangat dan soliditas yang dapat diarahkan untuk proses pembangunan serta sarana pembelajaran dari kearifan-kearifan lokal yang telah dikembangkan oleh orang-orang Austronesia pada masa lampau dengan maknai kembali hubungan Indonesia dengan negara-negara Austronesia lainnya, terlebih dalam kepentingan nasional terkait peningkatan sisi kemaritiman Indonesia.

Share this Post

DAFTAR BROSUR BEASISWA ID | EN