Webinar: Mahasiswa dan Diskursus Limbah Medis & Pandemi COVID-19

Jakarta, Sabtu 26 Februari 2022 – Mahasiswa sangat erat dengan perubahan, tetapi dalam membawa perubahan tersebut, tentu saja perlu proses yang panjang. Sama halnya ketika membahas diskursus limbah medis Covid-19. Yeremia Napitupulu, sebagai ketua pelaksana webinar juga turut menyatakan bahwa perlunya mahasiswa untuk mengeksplorasi ruang diskursus baru untuk mahasiswa dalam membawa perubahan. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Darynaufal Mulyaman sebagai dosen pembina unit kegiatan mahasiswa (UKM) Fisipol Thinkers Club Universitas Kristen Indonesia (UKI) dalam membuka acara webinar riset mahasiswa mengenai Limbah Medis Pandemi Covid-19 yang diselenggarakan oleh UKM tersebut. Ia mengatakan bahwa sebuah isu yang baru dan jarang dibahas bukan berarti halangan dan ketika mahasiswa membawa isu ini maka mahasiswa paling tidak sudah mencoba membawa perubahan.

Limbah medis Covid-19 ditemukan berserakan di Tempat pembuangan Akhir (TPA) Ohoitel, di Kecamatan Dula Utara, Kota Tual, Maluku, Kamis (4/3/2021). Kompas.com

Covid-19 merupakan pandemic global yang melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pandemi Covid-19 mengharuskan masyarakat untuk menggunakan masker untuk melindungi diri dari penyebaran Covid-19. Sampah atau limbah penggunaan alat medis seperti masker dan obat paracetamol oleh masyarakat hingga tenaga kesehatan banyak bertebaran dimana-mana. Ini akan menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu tidak dapat dikendalikan. Pembicara pertama yang juga Pjs. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UKI, Dr. Verdinand Robertua, S.Sos., M.Soc.Sc. mengungkapkan bahwa masyarakat yang paling terdampak pada sampah atau limbah medis ini adalah masyarakat yang tinggal di pinggir sungai atau laut seperti para nelayan yang mata pencahariannya melaut. Sampah atau limbah tersebut dapat mencemari laut. Laut yang tercemar akan mempengaruhi penghasilan para nelayan karena mereka hidup dari melaut.

Limbah medis COVID-19 (dok komunitas Bank Sampah Sungai Cisadane (Bank Sasuci)). Suarajakarta.id

Pada isu keamanan, dari sudut pandang Realisme, pembicara kedua yang juga peneliti di Indonesian Institute of Advanced International Studies (INADIS), Farhan Julianto, berargumen bahwa limbah bukanlah suatu ancaman. Hal ini berbeda dengan sudut pandang konstruktivisme dan Pos-struktural dalam Ilmu Hubungan Internasional, bahwa pencemaran lingkungan harus dilihat dari logika keamanan dan resiko sehingga negara dapat melihat dan memperhitungkan kerugian dan keuntungan dalam isu lingkungan tersebut. Dampak dari pencemaran lingkungan ini tidak akan dirasakan dalam waktu singkat tetapi masyarakat dapat mengantisipasi seperti memilah-milah sampah. Negara juga berperan serta dalam menanggulangi isu limbah medis tanpa adanya politisasi tersebut.

Kemudian, pembicara ketiga, Ardhi Arsala Rahmani dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, menyatakan bahwa penumpukan limbah medis dapat ditanggulangi dengan cara insinerasi dan autoklaf. Cara ini paling tepat karena limbah medis tidak dapat terurai sendiri. Bisa disimpulkan bahwa limbah medis yang sudah mencemari lingkungan sekitar hingga ke laut dampaknya tidak akan dirasakan oleh orang kota, melainkan orang yang sudah menjadi pelaku seperti nelayan. Dalam hal ini diperlukan peran serta pemerintah dalam penanggulangannya. Pemerintah diharapkan tidak menyepelekannya tetapi ikut bertanggungjawab untuk menjaga kelestarian lingkungan.

Share this Post

DAFTAR BROSUR BEASISWA ID | EN