Fisipol Thinkers Club Adakan Kolaborasi Webinar dengan Prodi IHI: Dinamika Negara Berkembang di Asia-Afrika

Jakarta, 15 Mei 2022 – Program Studi Ilmu Hubungan Internasional (Prodi IHI) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UKI, Mata Kuliah Hubungan Internasional di Afrika kelas A dan B, bersama dengan Unit Kegiatan Mahasiswa Fisipol Thinkers Club mengadakan webinar Kuliah Tamu dan Diskusi Online dengan judul “Dinamika Negara Berkembang di Asia-Afrika: Peluang, Potensi, dan Tantangan”. Webinar ini menghadirkan tiga pembicara, yaitu William Sulistyo Wibowo (mahasiswa UKI), Farhan Julianto, S.Sos. (peneliti INADIS), dan Yusnan Hadi Mochtar, M.Si. (dosen Hubungan Internasional Universitas Nahdhatul Ulama Kalimantan Timur).

Rudi Kogoya (mahasiswa UKI asal Papua) bertindak menjadi master of ceremony webinar dan Darynaufal Mulyaman, M.Si. (dosen Hubungan Internasional UKI) sebagai moderator webinar. Pada paparan, William S Wibowo, memaparkan melalui penelitiannya bahwa terdapat kepentingan dari peningkatan hubungan negara berkembang Asia dan Afrika, salah satu contohnya adalah Tiongkok kepada negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Utara, seperti Mesir. William turut menjelaskan bahwa negara memiliki kesamaan dengan manusia, terlepas ia adalah negara maju atau berkembang. Jika seseorang mendekati orang lain, maka orang tersebut memiliki kepentingan pada orang yang ia dekati. Dalam konteks Tiongkok, kepentingan-kepentingan tersebut antara lain seperti keamanan energi terhadap Mesir, melalui kebijakan “Marching to the west for BRI partnership” diharapkan dapat memberikan stabilitas internal di domestik Tiongkok dan membantu pencarian status global untuk politik luar negeri Tiongkok. 

Pada paparan kedua, dijelaskan bahwa terdapat berbagai bentuk konflik di benua Afrika yang menyebabkan Afrika menjadi benua penuh dengan tantangan keamanan. Adanya berbagai perang saudara, kudeta militer, krisis sumber daya alam, dan lain-lain, selalu mewarnai benua Afrika. Oleh sebab itu, walaupun penuh dengan peluang dan potensi, hubungan negara-negara di Asia kepada negara-negara di Afrika menyimpan tantangan, papar Farhan. Kemudian, dalam paparan ketiga, Yusnan menyatakan bahwa negara-negara Barat melihat bahwa negara-negara Asia-Afrika belum menghasilkan buah-buah baik dari demokrasi, melainkan demokrasi di Asia-Afrika masih belum membuahkan hasil yang tepat. Negara-negara Barat pun hanya melihat bahwa demokrasi di Asia-Afrika hanya dijalankan untuk hal-hal teknis yang terkait dengan bantuan luar negeri. Terdapat faktor-faktor bagi kemunduran demokrasi di Afrika, hal-hal tersebut seperti pemerintah yang kurang responsif, dukungan anti demokrasi, kurangnya keseimbangan antara pemerintah dan sipil, masih adanya nilai-nilai otoritarianisme, adanya intervensi Barat, pengaruh kepentingan Rusia dan RRT, hingga ekstremisme agama.

Terdapat faktor-faktor bagi kemunduran demokrasi di Afrika, hal-hal tersebut seperti pemerintah yang kurang responsif, dukungan anti demokrasi, kurangnya keseimbangan antara pemerintah dan sipil, masih adanya nilai-nilai otoritarianisme, adanya intervensi Barat, pengaruh kepentingan Rusia dan RRT, hingga ekstremisme agama. Pada konteks Asia, maka yang menjadi faktor bagi kemunduran demokrasi adalah populisme, meningkatnya otoritarianisme, akuntabilitas pemerintah, ekstremisme agama, dan pengaruh Tiongkok.

Oleh sebab itu, terhadap seluruh materi yang dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa hubungan negara-negara di Asia dan Afrika sebenarnya dapat menjadi jawaban alternatif bagi negara-negara berkembang. Melalui kesamaan tingkat ekonomi, kemiripan keadaan sosial-budaya, serta pengaruh historis yang serupa menyebabkan hubungan lintas batas negara-negara Asia-Afrika selalu menyimpan peluang dan potensi yang non-tradisional bagi negara berkembang untuk dapat ditindaklanjuti walaupun menyimpan tantangan yang tidak kecil juga, ujar Darynaufal.

 

 

 

Share this Post

DAFTAR BROSUR BEASISWA ID | EN